SBY Lontarkan Kritik Keras ke Penguasa, PDIP Malah Tuding Demokrat Curang pada Pemilu 2009

SBY Lontarkan Kritik Keras ke Penguasa, PDIP Malah Tuding Demokrat Curang pada Pemilu 2009
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)./kompas.com

JAKARTA, LIPO - Kritik keras terhadap penguasa dilontarkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Isu yang disorot terkait pergantian sistem proporsional terbuka menjadi tertutup untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yang tak lama lagi akan diputus Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam waktu dekat, MK akan memutus gugatan terkait penggunaan sistem pemilu pada pesta demokrasi tahun depan.

SBY mengatakan, perubahan sistem pemilu lebih baik tak dilakukan jelang kontestasi nasional 2024. Menurut dia, masih ada banyak waktu untuk mengkaji dan membahas perubahan sistem pemilu di Indonesia. “Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan, karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka, tertutup semata,” ujar SBY lewat keterangannya, Ahad (19/2).

Dia mempertanyakan, apakah ada kegentingan seperti krisis 1998 yang harus membuat sistem pemilu diubah di tengah jalan. Mengingat, tahapan Pemilu 2024 tengah dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Menurut saya, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar, yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan,” ujar SBY.

SBY menjelaskan, mengubah sistem pemilu itu bukanlah keputusan dan kebijakan yang biasa. Dalam perubahannya perlu dilakukan proses dan kegiatan manajemen nasional, tak bisa semata-mata dilakukan di tengah tahapan kontestasi yang sedang berlangsung.

“Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan ‘itu urusan saya dan saya yang punya kuasa’, untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak,” ujar SBY.

“Sama halnya dengan hukum politik ‘yang kuat dan besar mesti menang, yang lemah dan kecil ya harus kalah’, tentu juga bukan pilihan kita. Hal demikian tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang kita anut bersama,” ujar SBY.

SBY mengatakan, rakyat harus diajak dalam pembahasan perubahan sistem pemilu. Rakyat juga sangat perlu diberikan penjelasan yang gamblang tentang rencana penggantian sistem pemilu itu. Termasuk perbedaan sistem proporsional terbuka dan tertutup.

Sebab, menurut dia, dalam tatanan kehidupan bernegara dan berdemokrasi yang baik, ada semacam konvensi yang bersifat tertulis dan tidak. Jika hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara.

“Rakyat sungguh perlu diberikan penjelasan tentang rencana penggantian sistem pemilu ini, karena dalam pemilihan umum merekalah yang paling berdaulat. Inilah jiwa dan napas dari sistem demokrasi,” ujar ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

Sebelum putusan MK keluar, SBY mempertanyakan benar atau tidaknya mengganti sistem dan mekanismenya di tengah tahapan Pemilu 2024. “Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?” ujar dia.

“Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup, yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini,” kata SBY menambahkan.

Peneliti riset politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Siti Zuhro, meminta MK menimbang dampak politik yang akan muncul ketika hendak memutuskan perkara uji materi sistem proporsional terbuka. Sebab, ia meyakini akan muncul resistensi yang tinggi apabila MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Siti menjelaskan, resistensi bakal tinggi karena pengubahan sistem pemilu terjadi saat tahapan Pemilu 2024 sedang berlangsung. Apalagi, penerapan sistem baru butuh waktu agar bisa berjalan efektif.

Selain itu, saat ini kalangan akademisi, aktivis, dan bahkan partai politik sudah banyak yang menolak penerapan kembali sistem proporsional tertutup. Resistensi kuat diyakini bakal datang dari delapan parpol parlemen, yang sudah menyatakan menolak sistem tersebut. Karena itu, MK diminta menimbang resistensi yang akan muncul ketika hendak membuat keputusan.

“Menurut saya MK itu buka mata lebar-lebar, lapangkan dada, buka pikiran. Pikirkan dampaknya sebelum mengetuk palu untuk menerima atau mengesahkan sistem proporsional tertutup. Serius menurut saya dampaknya,” kata Siti.

Kritik SBY pun disambut PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengingatkan sikap SBY dan Partai Demokrat pada 2008. “Pak SBY kan tidak memahami jas merah, Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review. Dan itu hanya beberapa bulan, sekitar empat bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan,” ujar dia.

Hasto menyebut, gugatan yang dilakukan oleh kader Partai Demokrat saat itu sebagai strategi jangka pendek Demokrat untuk meraih kemenangan mencapai 300 persen. Padahal, PDIP yang saat itu sebagai partai pemenang Pemilu 2004, hanya mengalami kenaikan 1,5 persen.

“Mustahil dengan sistem multipartai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen, dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral. Itu dipakai dan dijanjikan masuk ke dalam kepengurusan partai tersebut,” kata Hasto menuding.(lipo*3/rol)

Ikuti LIPO Online di GoogleNews

Berita Lainnya

Index