JAKARTA, LIPO - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mencium adanya gelagat pihak-pihak tertentu yang akan mengganggu jalannya kongres PDIP 2025.
Mega tidak menjelaskan secara rinci pihak mana yang diduga akan mengganggu jalannya Kongres PDI Perjuangan.
Presiden Ke-5 RI ini juga tidak menjelaskan secara rinci apa penyebab munculnya gerakan lain yang akan mengganggu jalannya kongres tahun depan.
"Karena aku juga ada nih berita, nanti di kongres, karena sekarang kurang bisa berhasil, katanya, di kongres juga mau 'diawut-awut' (dibuat kacau). Saya sengaja nih supaya pada kedengaran dah. Coba kamu 'awut awut' partai saya," kata Megawati saat menjadi pembicara kunci Peluncuran dan Diskusi Buku Berjudul: Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis di Jakarta.
Yang jelas, pada kongres tersebut, PDI Perjuangan akan melakukan beberapa agenda strategis. Salah satunya pemilihan Ketua Umum. Namun demikian, sampai saat ini Mega sendiri belum memutuskan apakah akan kembali maju sebagai ketua PDI Perjuangan.
"Sekarang masih keren diminta oleh seluruh anggota partai secara aklamasi. Kalau ada nanti kongres ibu musti jadi lagi. Enak saja, memangnya saya enggak boleh pensiun?" jelas Mega.
Waspada Intervensi
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mengatakan dalam politik, banyak ruang-ruang gelap yang tidak bisa diketahui, dan tiba-tiba saja terjadi.
"Misalnya dulu tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Demokrat ada dualisme, upaya untuk mengambil alih dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ataupun misalnya orang juga bertanya-tanya ketika Airlangga Hartarto belum berakhir masa jabatan politiknya, tapi tiba-tiba mengundurkan diri dari Ketum Golkar," kata Adi, Senin (23/12/2024).
Adi mengatakan, wajar ada dugaan intervensi. Apalagi beberapa waktu lalu ada beberapa orang yang mengaku kader mencoba untuk mengugat keabsahan kepengurusan PDIP.
"Itu kan upaya untuk mendelegitimasi bagaimana PDIP yang sekarang itu tidak sah. Munculnya spanduk, munculnya baliho di berbagai tempat itu kan menjadi penebal. Bahwa sebenarnya ada pihak-pihak yang tidak suka dengan PDIP, ya untuk membuat pengurus PDIP sekarang ini itu dianggap sebagai pengurus yang abal-abal," tambahnya.
Ia menambahkan, munculnya spanduk yang menyerang Megawati dan PDIP sebagai bentuk pembangkangan, dan membangun opini publik bahwa kepengurusan PDIP saat ini tidak sesuai dengan hukum atau ilegal. Sehingga, keputusan apapun yang dilahirkan oleh PDIP, termasuk misalnya rekom Pilkada 2024 dan pemecatan 27 kader, dianggap ilegal.
"Ya intinya, ini serangan balik ke PDIP," ucapnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai ada pihak-pihak tertentu yang mencoba untuk mengganggu soliditas PDIP. Bukan tidak mungkin di partai sebesar PDI Perjuangan, ada pihak lain yang tertarik untuk mengkudeta dan mengambil alih.
"Yang namanya negara seperti ini, negara terbuka, apapun masih mungkin terjadi. Makanya PDIP siaga satu, mereka melakukan investigasi dan katanya melaporkan kepada pihak berwajib. Biasanya untuk mengungkap yang hal-hal semacam ini, penegak hukum kita itu bisa kerja cepat," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan sangat mungkin ada upaya mengambil alih PDIP. Bukan hanya secara diam-diam, tapi bisa juga secara terbuka.
"Cuma ini PDIP gitu lo, apapun bentuk pengambilalihan yang akan dilakukan, itu justru kontraproduktif. Menurut saya, sudahi itu, karena pernah terjadi saat pengambilalihan Demokrat dan gagal total. Dan Pak Prabowo karakternya juga bukan seperti itu," kata Agung kepada Liputan6.com, Senin (23/12/2024).
Jika PDIP sampai diambil alih, Agung melihat ini justru menjadi bumerang. Dan yang memulai 'operasi' ini, akan kena dampak paling besar.
"Karena ini kan partai besar, sangat besar. Dan kalau emang mau diobok-obok, yang dirugikan yang mau mengobok-obok," tambahnya.
Ia mengatakan, intervensi selalu datang dari eksternal. Bentuknya bisa berupa gangguan langsung ataupun tidak. Dan gangguan tersebut sudah mulai tampak ketika spanduk bertebaran yang isinya mengugat posisi Megawati sebagai Ketua Umum.
"Apalagi perihal ini disampaikan di tengah persiapan PDIP mau melakukan kongres. Dan arahan semacam ini saya kira memang kurang positif bagi stabilitas politik baik di PDIP, di internal maupun di eksternal ya."
Kompetisi Internal
Sementara Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai tidak aneh jika ada kompetisi di internal PDIP. Apalagi sejak Pilpres, kata dia, partai berlambang banteng itu terbelah.
"Kita tahu ada pihak mendukung capres, yang didukung oleh Jokowi di Pilpres. Nah ada konflik ya dari situ sampai hari ini, sampai pemecatan Pak Jokowi," kata Usep kepada Liputan6.com, Senin (23/12/2024).
Terkait spanduk yang menyerang Megawati, Usep mengatakan kita tidak tahu pasti pihak mana yang melakukannya. "Dan di internal memanfaatkan kritik itu terhadap kepemimpinan bu Mega, mungkin sebenarnya ada juga."
Yang artinya, lanjut Usep, di internal PDIP butuh momentum dan mengkritik kepemimpinan yang sudah lama dan sifatnya semuanya diserahkan pada Ketua Umum, dan menghambat berjalannya demokrasi di partai tersebut.
Ia menambahkan, ini bukan pertama kalinya kepemimpinan di PDIP digoyang.
"Kita tahu juga dulu kan waktu ada yang berupaya mendongkel Suryadi, lalu kemudian di zaman Bu Mega juga udah berkali-kali dan ujungnya ada partai yang kemudian berdiri (PDIP) dan selalu Bu Mega menjadi pemenangnya. Itu juga riak-riak, makanya kan mungkin juga Bu Mega ataupun orang-orang di PDIP, jangan selalu mengarahkannya ke pihak luar."
"Tapi juga mengarahkannya pada pihak internal yang justru sebagai otokritik ya di dalam kepemimpinan tubuh di PDIP selama ini," ucapnya.(***)
