LIPO - Harga minyak dunia yang terus mengalami penurunan ternyata tidak diimbangi dengan penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Mengingat harga minyak dunia West Texas Intermediate (WTI) Crude hari ini tercatat sebesar USD 70 per barel untuk kontrak bulan Agustus, Rabu (4/7/2023).
Hal ini dikritik keras Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto yang meminta agar Pemerintah bersikap jujur terkait alokasi anggaran BBM jenis Pertalite. Terutama mengenai dana subsidi dialihkan padahal harga minyak dunia terus turun sedang harga jual Pertalite tidak berubah.
"Sebelumnya Dirjen Migas menyatakan, Pemerintah akan mempertimbangkan untuk menurunkan harga jual BBM Pertalite bila harga minyak mentah dunia sudah berada di posisi USD 65 per barel. Alasannya harga minyak USD 65 per barel itu setara dengan harga keekonomian Pertalite yang Rp10.000 per liter," kritiknya, Rabu (4/7/2023).
Ia juga menyatakan bahwa harga Pertalite sebesar Rp10.000 per liter ditetapkan pada saat harga minyak dunia mencapai angka USD 120 per barel pada September 2022.
Turunnya harga minyak dunia ini menurut Mulyanto dan sikap pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi, maka terjadi penghematan dana subsidi BBM. Maka seharusnya harga BBM bersubsidi turun sebesar 30 - 40 persen menjadi sekitar Rp 6.500 per liter.
"Jadi, penurunan harga BBM bersubsidi tidak harus menunggu hingga harga minyak dunia setara dengan harga keekonomian Pertalite, yakni USD 65 per barel. Yang menjadi pertanyaan adalah, hasil penghematan dana subsidi BBM saat ini digunakan untuk tujuan apa?" tegasnya.
Ia juga menuding bahwa Pemerintah sudah berbohong kepada rakyat dengan logika pedagang. Dan mempertanyakan dana subsidi tersebut. Untuk mensubsidi mobil listrik atau dialokasikan untuk anggaran pembangunan Infrastruktur Kelistrikan Nasional (IKN).
"Pada akhirnya, ini merupakan soal political will dan pilihan dalam kebijakan Pemerintah. Apakah mereka ingin meringankan beban rakyat miskin atau tidak," pungkasnya. (*16)
