LIPO - Pemerintah secara bertahap melakukan perubahan sistem belanja dari manual ke sistem digital melalui e-katalog.
Paling tidak semangatnya ada beberapa yang bisa dirangkum liputanoke.com, yaitu mencegah kebocoran anggaran, menjaga mutu atau kualitas, membantu pengusaha kecil atau UMKM, mencegah persaingan tidak sehat, dan menghindari kolusi dan nepotisme antara oknum pemerintah dengan pihak swasta.
Meskipun pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem belanja keuangan negara, namun para oknum tetap berusaha mencari celah untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Selain itu, belanja e-katalog saat ini juga masih rentan terjadi dugaan gratifikasi dan korupsi.
Modus yang paling sering didengar dalam belanja sistem digital adalah adanya dugaan bagi-bagi diskon atau cashback dari pihak swasta kepada pihak oknum pemegang kegiatan di tubuh pemerintah.
Untuk diketahui, saat ini pihak swasta dianjurkan mendaftarkan produknya di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk belanja pemerintah. LKPP ini dibentuk melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengembangan Barang/Jasa Pemerintah.
Sederhananya, belanja ini sama dengan kita berbelanja di aplikasi online pada umumnya. Toko atau gerai yang ada di aplikasi belanja online akan menawarkan sejumlah produk dilengkapi dengan harga dan akan mencantumkan spesifikasi produk yang ditawarkan.
Pihak yang ingin belanja akan mengunjungi gerai-gerai di aplikasi belanja. Disini, pihak yang berbelanja bisa berkomunikasi melalui pesan chat mengenai produk yang ingin dibeli.
Sama halnya dengan aplikasi yang disiapkan pemerintah, yaitu, LKPP. Sejumlah gerai yang ada di LKPP sudah melalui verifikasi ketat. Sejumlah barang yang dibutuhkan menggunakan keuangan negara sudah banyak disediakan dan dianjurkan belanja di aplikasi tersebut.
Selain aplikasi LKPP, pemerintah juga menyiapkan aplikasi lain, yaitu aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah atau lebih dikenal "SIPLah". Aplikasi ini merupakan sistem digital dari Kemendikbudristek yang membantu satuan pendidikan (Satdik) berbelanja kebutuhannya dari Penyedia barang dan jasa, seperti buku misalnya.
Seluruh aktivitas pelaksanaan SIPLah telah memenuhi syarat dan diatur dalam Permendikbud Nomor 18 Tahun 2022.
Mengutip lansiran di laman siplah.kemdikbud.go.id, barang dan jasa yang ditawarkan di SIPLah sudah terseleksi dan sesuai dengan kebutuhan Satdik.
"SIPLah telah menghubungkan lebih dari 223.000 Satdik dengan 100.000 Penyedia barang dan jasa melalui 15 Mitra pengelola pasar daring dari seluruh Indonesia," demikian ulasan ringkas pada halaman depan situs tersebut.
Meskipun sistem yang dibuat pemerintah sudah dianggap ketat, celah oknum berperilaku koruptif tidak kehilangan akal 'menggarong' uang rakyat.
Modus yang disinyalir saat ini , oknum pemegang kegiatan melakukan negosiasi dengan pihak swasta, atau antara makelar bersama pihak swasta dengan pemegang kegiatan. Tak jarang perantara atau pihak swasta menghubungi dan bernegosiasi mengarahkan agar belanja di gerainya dengan iming-iming cashback atau diskon yang bervariasi dan menggiurkan. Padahal, kebocoran seperti ini lah yang diantisipasi pemerintah.
Baru-baru ini, sebuah pemberitaan dugaan 'kongkalikong' muncul ke permukaan dan menarik perhatian pihak Aparat Penegak Hukum (APH). Kabar tak sedap ini perlu ditelaah agar tidak merugikan pihak-pihak tertentu dan menjadi rumor belaka.
Mengutip laman Klikmx.com, seorang swasta, Agung (38), dari penyedia buku tak terima lantaran perusahaan penerbitnya ditolak semua sekolah. Ia menduga penolakan pihak sekolah terhadap produk yang Ia tawarkan ada campur tangan pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kuansing.
Ia lebih kesal lagi, karena adanya dugaan pihak Disdikpora Kuansing menggandeng penerbit yang akan ditunjuk untuk mengisi buku ke semua SD dan SMP di Kuansing. Kekecewaannya ia curahkan pada Selasa (13/6/2023) siang. Ia pun menganggap apa yang dialami sudah masuk dalam ranah monopoli alias persaingan tidak sehat.
"Nah dengan bukti-bukti yang ada ini. Kami juga mempertimbangkan untuk melaporkan pihak Disdikpora ke aparat penegak hukum," pungkas Agung.
Sementara, Kepala Disdikpora Kuansing, Doni Aprialdi saat dimintai tanggapan atas tudingan pihak swasta tersebut lebih memilih diam.
Namun, pemberitaan yang cukup menghebohkan ini, langsung ditanggapi pihak Kejari Kuansing.
Kajari Kuansing, Nurhadi Puspandoyo, dengan tegas akan menelaah apa yang disampaikan pihak swasta tersebut ke media.
"Akan kita telaah dulu, apakah ada penyimpangan atau tidak," kata Nurhadi kepada liputanoke.com, Rabu (14/06/23).
Nurhadi menghimbau bila ada pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dugaan persaingan tak sehat ataupun monopoli, agar tidak ragu-ragu untuk melaporkan. (*3)
