Pasca PDIP Umumkan Ganjar Capres, Pengamat: Peta Koalisi Ikut Berubah 'Rapuh dan Goyah'

Sabtu, 29 April 2023 | 19:04:42 WIB
Ilustrasi-Prabowo Subianto dan Cak Imin/F: ist

LIPO - Peta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 diprediksi kian panas dan semakin sulit diprediksi. Pasalnya masing-masing koalisi terancam goyah dan bubar pasca PDIP mengumumkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres.

Situasi ini tak bisa dielakkan, menyusul Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang  secara terbuka deklarasi usung Ganjar yang disampaikan oleh Plt Ketum PPP Mardiono pada Rabu (26/42023) lalu di Sleman, DIY.

Padahal diketahui, PPP berada dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama dua parpol lain yakni Golkar dan PAN. 

Meski saat ini belum menetapkan capres, namun Golkar keukeuh mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres sesuai amanat partai. 

PAN sendiri dalam beberapa forum resmi, mengapungkan nama Ganjar-Erick Thohir untuk pilpres 2024. Sementara Golkar diketahui tengah merapat ke Gerindra dan akan membentuk Koalisi Besar.

Capres PDIP dianggap menjadi penentu kemana biduk catur akan dimainkan oleh para Ketum parpol. Mengingat PDIP berambisi ingin memenangkan Pemilu hattrick alias 3 kali kemenangan. Sehingga diprediksi, koalisi yang ada akan bubar dan akan muncul poros baru.

Pengamat politik Efriza dari Citra Institute, kepada liputanoke.com, Sabtu (29/4/2023) mengatakan, KIB kian rapuh dan PDIP khawatir jika Koalisi Besar segera terbentuk. 

"KIB saat ini diyakini sudah rapuh ketika PPP memilih mendukung Ganjar dengan keputusan sepihak tidak berdasarkan keputusan bersama dari KIB. Saat ini PAN diyakini akan digoda oleh Golkar untuk menyeberangi memilih capresnya Prabowo. Ini terjadi karena Golkar memiliki resistansi dengan PDIP pasca wacana Koalisi Besar," jelas Efriza.

Ia melihat, Golkar merasa punya peluang mencawapreskan Airlangga Hartarto bersama Prabowo, sebab sama-sama di pemerintah dan perolehan suara partainya kedua dan ketiga. 

Sisi lain, Prabowo memiliki sejarah sebagai bagian dari Golkar, sehingga Airlangga Hartarto merasa lebih realistis bersama Gerindra, sebab dengan PDIP peluangnya menyusut drastis apalagi PDIP lebih ingin memadukan unsur Nasionalis-Islam dengan lebih memprioritaskan NU. 

"Sedangkan kubu KKIR akan lebih menguat jika Golkar dapat membujuk PAN, juga PKB tak masalah meski Cak Imin tidak jadi cawapres artinya kekuatan unsurnya lebih kuat KKIR dari Islam ada unsur Muhammadiyah-NU dan disatukan oleh Nasionalis yang kuat dari representasi Golkar dan Gerindra," ungkapnya.

PDIP Takut Koalisi Besar Terbentuk Karena Usung Prabowo Capres

Sementara itu, terkait gaduh di internal PDIP dan keputusan mengumumkan Ganjar sebagai capres lebih cepat dari tradisi yang dibangun oleh PDIP. Efriza melihat ada kegamangan dari PDIP sendiri. 

Mengumumkan Ganjar lebih cepat dari kebiasaan PDIP, last minute mengumumkan capres, telah menunjukkan PDIP khawatir jika wacana koalisi besar terwujud tanpa mengikutsertakan PDIP, sedangkan amanat Megawati selaku ketua umum adalah PDIP berkoalisi. 

"Pasca PDIP memutuskan Ganjar dilanjutkan dengan keputusan cepat dari PPP mengusung Ganjar Pranowo artinya wacana koalisi besar sudah tak mungkin berkembang karena telah dipotong wacana tersebut oleh PDIP," tegasnya.

Sehingga Efriza melihat kecil kemungkinan Koalisi Besar akan terwujud dengan agendanya adalah mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Dan KIB diprediksi akan bubar karena masing-masing parpol memilih fokus pada agenda masing-masing.

"Kecenderungan terbesar KIB Bubar karena PPP sudah memutuskan ke Ganjar dan PDIP tanpa atas nama keputusan bersama dengan KIB yakni PAN dan Golkar. Golkar juga telah menunjukkan kejengkelannya karena peluang Airlangga Hartarto sebagai cawapres dibuyarkan dengan tidak lagi berkembangnya wacana Koalisi Besar," sentilnya.

Keputusan Golkar dan PAN yang masih patut ditunggu, meski begitu PAN kecenderungan terbesar dukung Ganjar karena dari sembilan nama yang mengapung dalam Rakernas 2022 nama Ganjar juga menguat di internal PAN. 

"PAN juga dalam situasi dilematis partainya terancam tak lolos parlementary treshold, juga Zulhas memungkinkan direshuffle, ditambah lagi adanya partai Ummat sebagai peserta pemilu yang kelahiran partai ini akibat konflik internal PAN sehingga Amien Rais yang awalnya adalah ikon PAN terdepak dan mendirikan partai baru yakni Partai Ummat," ulas Efriza. 

Jadi memungkinkan PAN lebih realistis bersama mengusung Ganjar, peluang memangnya juga bisa lebih tinggi dibandingkan Prabowo yang punya rekam jejak kekalahan di Pilpres hingga tiga kali. Sebab amat memungkinkan elektabilitas Prabowo hanya karena popularitasnya semata, tetapi belum menjamin pemilih akan memilih dirinya kembali sebab amat memungkinkan pemilih merasa jenuh memilih Prabowo yang kalah-kalah-kalah terus.

Sementara itu, tak bisa dipungkiri Efriza melihat akan muncul poros baru yang akan dileading oleh PDIP.

"Poros baru memang telah muncul dari kubu PDIP. Hanya saja PDIP memang tidak perlu berkoalisi karena dapat mengajukan pasangan sendiri. Sehingga kekuatan PDIP hanya didukung oleh PPP yang ingin kembali mengukuhkan diri sebagai representasi NU dibandingkan PKB," urainya. 

Sementara Hanura, PSI, adalah partai-partai pendukung Ganjar yang non parlemen, artinya tidak masuk dalam hitungan sebagai kekuatan, kecuali sekadar tambahan kekuatan saja. 

"Jadi saat ini ada empat poros KPP, KKIR, PDIP(+PPP), dan KIB yang sudah rapuh tapi PPP memang belum resmi sebagai koalisi PDIP kecuali hanya sudah mendeklarasikan mendukung Ganjar sebagai capres dan belum resmi keluar dari KIB," prediksinya.

Nanti yang akan bertarung adalah tiga calon Anies, Prabowo dan Ganjar Pranowo. Hanya saja yang memungkinkan terjadi adalah perubahan bandul koalisi, jika saat ini ada empat poros koalisi 

KPP-KKIR-KIB-PDIP kemungkinan yang akan hilang adalah KIB jika Golkar ataupun bersama dengan PAN tidak memilih ke Ganjar, namun yang akan terjadi dapat bertukar posisi partai pendukungnya adalah KKIR seperti Golkar dan PAN bisa saja PAN jika dapat dirayu Golkar akan menyeberang bareng Golkar ke KKIR. 

"Hanya saja bisa juga PKB memilih bergabung dengan Ganjar jika Muhaimin ternyata zonk mendukung Prabowo tetapi tidak mendapatkan keuntungan apapun," ucapnya.

Ia melihat PAN enggan mendukung Prabowo karena lebih realistis kekuatan, keuntungan bersama Ganjar dan PDIP, juga amat memungkinkan Partai Ummat yang jika ditolak oleh KPP memilih bergabung dengan KKIR ini tentu membuat PAN semakin enggan mendukung Prabowo. (*16) 

Terkini