LIPO - Siapa bilang kawin itu cukup "makan cinta". Meskipun perkawinan itu selalu dilandasi dengan cinta. Selain cinta, uang juga penentu keharmonisan rumah tangga. "Ada uang disayang, tak ada uang ditendang", begitu kira-kira perumpmaannya.
Dikutip dari laman REQnews, kasus perceraian di Pulau Jawa meningkat dalam semester I tahun 2020 ini. Menariknya, penyebab suami istri di wilayah tersebut bercerai diduga disebabkan faktor ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Dimana banyak pencari nafkah harus menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) di saat pandemi. Dugaan tersebut diungkapkan Direktorat Jendral Badan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilag MARI), Aco Nur.
"Akibat COVID-19 kan banyak di PHK, sehingga ekonomi enggak berjalan lebih baik. Hal itu membuat Ibu-ibu enggak mendapat jaminan dari suaminya," ujar Aco di Jakarta, Jumat 28 Agustus 2020.
Mayoritas penggugat cerai yang masuk dalam daftar pengadilan agama berasal dari istri, dilandasi faktor ekonomi.
Penggugat perceraian umumnya di Pulau Jawa khususnya di Provinsi Jawa Barat, kemudian di kota Semarang, dan Surabaya.
Saat awal penerapan PSBB pada April dan Mei 2020, perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus. Namun, pada bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus.
Ia menambahkan bahwa penutupan pengadilan selama PSBB juga memberi pengaruh dalam peningkatan kasus perceraian di pengadilan agama, akibat pergeseran pendaftaran cerai di bulan April dan Mei ke bulan Juni dan Juli.
"Jadi pendaftaran April dan Mei tertunda sehingga menumpuk ketika mulai 'new normal'," terangnya. (*1)